NAMA ALLAH SUBHANAHU WA TA’ALA YANG PALING AGUNG
Memahami nama-nama dan sifat-sifat Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah
ilmu yang paling agung dan mulia dalam Islam,[1] sekaligus ilmu yang
paling besar manfaatnya untuk kebaikan dan kebahagiaan hidup manusia di
dunia dan akhirat.
Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyah berkata, “Ilmu tentang Allah adalah
landasan semua ilmu, sekaligus merupakan landasan pemahaman seorang
hamba terhadap kebahagiaan, kesempurnaan, dan kebaikan (dirinya) di
dunia dan akhirat. Ketidakpahaman terhadap ilmu ini akan mengakibatkan
ketidakpahaman terhadap kebaikan, kesempurnaan, kesucian, dan
kebahagiaan diri sendiri. Maka, memahami ilmu ini adalah (kunci utama)
kebahagiaan seorang hamba, dan ketidakpahaman tentangnya merupakan
sumber (utama) kebinasaannya.” [2]
Inilah makna firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,
وَلا تَكُونُوا كَالَّذِينَ نَسُوا اللَّهَ فَأَنْسَاهُمْ أَنْفُسَهُمْ أُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ
“Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa (lalai) kepada
Allah (tidak mengenal-Nya), maka Allah menjadikan mereka lupa kepada
diri mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang yang fasik.” (QS. Al-Hasyr: 19)
Oleh karena itu, mempelajari ilmu ini termasuk amal shaleh yang
paling besar keutamaannya dalam Islam, sebagaimana beribadah kepada
Allah Subhanahu wa Ta’ala semata-mata adalah amal shaleh yang paling besar keutamaannya.[3]
Bahkan, ilmu inilah yang disebut “al-fiqhul akbar” (fikih/ pemahaman agama yang paling agung), serta yang pertama kali dan paling utama termasuk dalam sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang artinya, “Barangsiapa yang Allah kehendaki baginya kebaikan, maka Allah akan memahamkannya (ilmu) tentang agama.”[4],[5]
Termasuk masalah penting yang dibahas oleh para ulama dalam ilmu yang agung ini adalah mengetahui nama Allah Subhanahu wa Ta’ala yang paling agung,[6] yang jika seorang hamba berdoa dengan nama tersebut maka Allah Subhanahu wa Ta’ala akan
mengabulkan doanya, dan jika dia memohon kepada-Nya dengan nama
tersebut maka Allah Subhanahu wa Ta’ala akan memenuhi permohonannya,
sebagaimana yang disebutkan dalam hadits-hadits shahih yang akan kami
sebutkan, insya Allah.
Syekh ‘Abdur Rahman As-Sa’di berkata, “Sebagian orang menyangka bahwa nama Allah Subhanahu wa Ta’ala yang
paling agung dari nama-nama-Nya yang maha indah tidak mungkin diketahui
kecuali oleh orang-orang yang dikhusukan Allah dengan karamah yang di
luar kewajaran. Ini adalah persangkaan yang keliru karena sesungguhnya
Allah Subhanahu wa Ta’ala justru menganjurkan kepada kita untuk
mengenal nama-nama dan sifat-sifat-Nya. (Bahkan) Allah memuji orang
yang mengenal dan berusaha memahami nama-nama dan sifat-sifat-Nya, serta
berdoa kepada-Nya dengan nama-nama-Nya, (baik) dengan doa ibadah
ataupun doa permohonan.
Tidak diragukan lagi, bahwa (mengenal) nama Allah Subhanahu wa Ta’ala yang paling agung dari nama-nama-Nya yang maha indah adalah yang paling utama dalam masalah ini.
Sesungguhnya, Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah Al-Jawwaad (Mahasempurna
kedermawanan dan kebaikan-Nya), yang kedermawanan dan kebaikan-Nya
tidak ada batasnya, dan Dia senang melimpahkan kebaikan kepada
hamba-hamba-Nya. Juga termasuk kebaikan paling agung yang
dilimpahkan-Nya kepada mereka adalah (dengan) Dia mengenalkan diri-Nya
kepada mereka dengan nama-nama-Nya yang maha indah dan sifat-sifat-Nya
yang maha tinggi (dalam ayat-ayat al-Qur-an dan hadits-hadits Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam).”[7]
Dalil-dalil tentang nama Allah Subhanahu wa Ta’ala yang paling agung
Dalil pertama, dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mendengar seorang yang berdoa (dalam shalat),
اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ بِأَنَّ لَكَ الْحَمْدَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ
أَنْتَ – وفي رواية: وَحْدَكَ لاَ شَرِيْكَ لَكَ – الْمَنَّانُ، يَا
بَدِيعَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضِ ، يَا ذَا الْجَلالِ وَالإِكْرَامِ ، يَا
حَيُّ يَا قَيُّومُ – وفي رواية: إِنِّي أَسْأَلُكَ…
“Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu bahwa
sesungguhnya segala pujian adalah milik-Mu, tiada sembahan yang benar
kecuali Engkau –dalam riwayat lain: satu-satunya dan tiada sekutu
bagi-Mu–, Yang Maha Pemberi karunia, wahai Pencipta langit dan bumi,
wahai Yang Maha Memiliki keagungan dan kemuliaan, wahai Yang Maha Hidup
dan Maha Berdiri Sendiri –dalam riwayat lain: sesungguhnya aku meminta
kepada-Mu.…”
Maka, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, yang artinya, “Demi Allah yang jiwaku di tangan-Nya, sungguh dia telah berdoa kepada Allah dengan nama-Nya yang paling agung,
yang jika seseorang berdoa kepada-Nya dengan nama tersebut maka Allah
akan mengabulkan (doanya), dan jika dia meminta kepada-Nya dengan nama
tersebut maka Allah akan memenuhi (permintaannya).”[8]
Dalil kedua, dari Buraidah bin Al-Hushaib radhiallahu ‘anhu, beliau berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mendengar seorang lelaki berkata (dalam doanya),
اللَّهمَّ إِني أسألُكَ بأني أَشْهَدُ أنَّكَ أنْتَ اللهُ ، لا إلهَ إلا
أنتَ، الأحَدُ الصَّمَدُ ، الَّذِي لمَ ْيَلِدْ ولم يُولَدْ ، ولم يكن له
كُفُوا أحَدٌ
“Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepadamu dengan persaksianku
bahwa sungguh Engkau Allah yang tiada sembahan yang benar kecuali
Engkau, Yang Maha Esa lagi Maha Sempurna, yang segala sesuatu bergantung
kepada-Mu, yang tiada beranak dan tiada pula diperanakkan, serta tiada
seorang pun yang setara dengan-Nya.”
Maka, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, yang artinya, “Sungguh
dia telah memohon kepada Allah dengan nama-Nya yang paling agung, yang
jika seseorang meminta kepada-Nya dengan nama tersebut maka Allah akan
memenuhi (permintaannya), dan jika dia berdoa kepada-Nya dengan nama
tersebut maka Allah akan mengabulkan (doanya).“[9]
Dalil ketiga, dari Abu Umamah Al-Bahili radhiallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, yang artinya, “Sesungguhnya, nama Allah yang paling agung (terdapat) dalam tiga surat dari Al-Quran: surah Al-Baqarah, Ali ‘Imran, dan Thaha.“[10][10]
Catatan Kaki
[2] Kitab Miftahu Daris Sa’adah, 1/86.
[3] Lihat kitab Miftahu Daris Sa’adah, 1/178.
[4] Hadits shahih riwayat Al-Bukhari, no. 71; dan Muslim, no. 1037.
[5] Lihat kitab Fiqhul Asma`il Husna, hlm. 7.
[6] Ibid, hlm. 71.
[7] [7] Kitab Tafsiru Asma`illahil Husna, hlm. 16.
[8] [8] HR. Ahmad: 3/245 dan 3/265, Abu Daud (no. 1493 dan 1494),
At-Tirmidzi (no. 3475), Ibnu Majah (no. 3857), dan Ibnu Hibban (no.
893), dinyatakan shahih oleh Ibnu Hibban dan Syekh Al-Albani.
[9] [9] HR. Ahmad: 5/360, Abu Daud (no. 1495), An-Nasa`i (no. 1300),
At-Tirmidzi (no. 3544), Ibnu Majah (no. 3858), Ibnu Hibban (no. 892),
dan Al-Hakim (no. 1858 dan 1859); dinyatakan hasan oleh At-Tirmidzi,
serta dinyatakan shahih oleh Ibnu Hibban, Al-Hakim, dan Syekh Al-Albani.
[10] [10] HR Ibnu Majah (no. 3856) dan al-Hakim (no. 1861); dinyatakan hasan oleh Syekh Al-Albani dalam Ash-Shahihah (no. 746).
Nama-nama dan sifat-sifat Allah sebagiannya lebih utama dari sebagian lainnya
Hadits-hadits di atas termasuk dari dalil-dalil dalam Al-Qur-an dan sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menunjukkan bahwa masing-masing nama dan sifat Allah Subhanahu wa Ta’ala memiliki keutamaan yang berbeda-beda, dan sebagiannya lebih utama dari sebagian lainnya.[1]
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata, “Ucapan orang yang mengatakan
bahwa sifat-sifat Allah tidak berbeda-beda keutamaannya (antara sebagian
dari sebagian lainnya), atau ucapan yang semakna dengan itu, adalah
ucapan yang tidak dilandasi dengan dalil (dari Al-Qur-an dan sunnah
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam) …
Siapakah yang menjadikan sifat rahmat-Nya tidak lebih utama dari sifat murka-Nya? Padahal dalam hadits yang shahih Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), “Sesungguhnya Allah menulis pada sebuah kitab di sisi-Nya di atas ‘Arsy” (yang artinya), “Sesungguhnya rahmat-Ku mengalahkan kemurkaan-Ku“, dalam riwayat lain: mendahului kemurkaan-Ku….[2]
Sebagaimana nama-nama dan sifat-sifat Allah yang bermacam-macam, maka
demikian pula, keutamaannya (antara satu nama atau sifat dengan nama
atau sifat yang lainnya) berbeda-beda. Sebagaimana hal ini ditunjukkan
dalam Al-Qur-an, sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ijma’ (kesepakatan kaum muslimin), dan (sesuai) dengan akal (manusia).”[3]
Imam Ibnul Qayyim juga menjelaskan hal ini dalam ucapan beliau,
“Sesungguhnya, sebagian dari sifat-sifat dan perbuatan-perbuatan Allah Subhanahu wa Ta’ala lebih
utama dari sebagian (yang lain)…, sebagaimana sifat rahmat-Nya lebih
utama daripada sifat murka-Nya. Oleh karena itu, sifat rahmat-Nya
mengalahkan dan mendahului (kemurkaan-Nya).
Demikian pula, firman Allah Subhanahu wa Ta’ala yang
(termasuk) sifat-Nya. Sudah dimaklumi bahwa (tentu saja) firman-Nya yang
mengandung pujian bagi-Nya, menyebutkan sifat-sifat (kesempurnaan)-Nya,
dan (kewajiban) mentauhidkan-Nya (mengesakan-Nya dalam beribadah) lebih
utama daripada firman-Nya yang berisi celaan terhadap musuh-musuh-Nya
dan penjelasan (tentang) sifat-sifat (buruk) mereka.
Oleh karena itu, surat Al-Ikhlash lebih utama daripada surat Al-Lahab
(Al-Masad), dan surat Al-Ikhlash sebanding (pahala membacanya) dengan
(pahala membaca) sepertiga dari Al-Qur-an.[4] (Demikian pula) ayat kursi
adalah ayat yang paling utama dalam Al-Qur-an[5]….”
Lebih lanjut, Syekh Muhammad bin Shaleh Al-’Utsaimin merinci
penjelasan masalah ini. Beliau berkata, “Hadits ini (hadits tentang ayat
kursi di atas) menunjukkan bahwa Al-Qur-an berbeda-beda keutamaannya
(antara satu ayat dengan ayat yang lain), sebagaimana ini juga
ditunjukkan dalam hadits tentang surat Al-Ikhlash (di atas).
Pembahasan masalah ini harus diperinci dengan penjelasan
berikut: jika ditinjau dari (segi) Dzat yang mengucapkan/berfirman
(dengan Al-Quran) maka Al-Quran tidak berbeda-beda keutamaannya, karena
Dzat yang mengucapkannya adalah satu, yaitu Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Adapun jika ditinjau dari (segi) kandungan dan pembahasannya maka
Al-Quran berbeda-beda keutamaannya (satu ayat dengan ayat yang lain).
Surat Al-Ikhlash yang berisi pujian bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala,
yang karena mengandung (penyebutan) nama-nama dan sifat-sifat Allah
(tentu), tentunya tidak sama dari segi kandungannya dengan surat
Al-Masad (Al-Lahab) yang berisi penjelasan (tentang) keadaan Abu Lahab.
Demikian pula, Al-Quran berbeda-beda keutamaannya (antara satu ayat
dengan ayat yang lain) dari segi pengaruhnya (terhadap hati manusia) dan
kekuatan/ ketinggian uslub (gaya bahasanya), Kita mendapati
bahwa di antara ayat-ayat Al-Quran ada yang pendek tetapi berisi nasihat
dan berpengaruh besar bagi hati manusia. Sementara kita mendapati bahwa
ada ayat lain yang jauh lebih panjang, tetapi tidak berisi kandungan
seperti ayat tadi.”[6]
Nama Allah Subhanahu wa Ta’ala apakah yang merupakan nama-Nya yang paling agung?
Imam Asy-Syaukani berkata, “Telah terjadi perbedaan pendapat (di
antara para ulama) tentang penentuan nama Allah yang paling agung dalam
sekitar empat puluh pendapat, dan Imam As-Suyuthi telah menulis kitab
khusus tentang masalah ini.”[7]
Mayoritas pendapat-pendapat tersebut sangat lemah karena tidak dilandasi argumentasi kuat dari Al-Quran dan sunnah Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam, maupun keterangan dari para shahabat radhiallahu ‘anhum.
Tidak ketinggalan pula, orang-orang ahli bid’ah dari kalangan ahli
tasawuf dan selain mereka. Dalam pembahasan masalah ini, mereka banyak
membawakan keterangan yang batil dan tidak bernilai sama sekali. Bahkan,
mereka tidak segan-segan menyampaikan hadits-hadits yang palsu,
riwayat-riwayat yang dibuat-buat, atau kisah-kisah dusta untuk
menguatkan kebatilan mereka, serta untuk memperdaya dan menipu
orang-orang awam dan bodoh dari kalangan kaum muslimin.[8]
Adapun dalil-dalil dari Al-Qur-an dan sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, tidak satu pun yang secara jelas dan tegas menentukan apakah nama Allah yang paling agung. Oleh karena itu, para ulama ber-ijtihad dalam menetukan nama Allah ini.[9]
Dari semua pendapat dalam masalah ini, hanya tiga pendapat yang paling kuat dan lebih dekat kepada kebenaran, insya Allah. Ketiga pendapat tersebut adalah:
Pendapat pertama, nama-Nya yang paling agung adalah “Allah”.
Pendapat ini dipilih oleh beberapa ulama ahlus sunnah, seperti Imam
Jabir bin Zaid Al-Azdi[10], Imam ‘Amir bin Syurahil Asy-Sya’bi[11], dan
Imam Abu Abdillah Ibnu Mandah[12].
Imam Abu Abdillah Ibnu Mandah berkata, “Nama-Nya ‘Allah’ adalah pengenalan terhadap Dzat-Nya (Yang Mahamulia). Dia Subhanahu wa Ta’ala mengharamkan
menggunakan nama ini untuk siapa pun dari makhluk-Nya, atau dipanggil
dengan nama ini sesembahan selain-Nya. Allah menjadikannya sebagai
permulaan iman, tiang penopang Islam, kalimat kebenaran dan keikhlasan,
serta penolak sekutu dan tandingan bagi-Nya. Orang yang mengucapkannya
akan terlindung dari pembunuhan (dihalalkan darahnya), dengannya dibuka
kewajiban-kewajiban (dalam Islam), terikatnya sumpah-sumpah,
perlindungan dari setan, serta dengan nama-Nyalah segala sesuatu dibuka
dan ditutup. Maka, maha suci nama-Nya, dan tiada sembahan yang benar
selain-Nya.”[13]
Pendapat ini juga dikuatkan oleh Syekh Al-Albani[14] dan Syekh ‘Abdur
Razzaq bin ‘Abdil Muhsin Al-Badr. Bahkan, Syekh ‘Abdur Razzaq
mengatakan bahwa pendapat inilah yang terkenal di kalangan para ulama
dan lebih dekat dengan dalil-dalil dari Al-Quran dan as-sunnah. Beliau
juga menjelaskan bahwa nama “Allah” disebutkan dalam semua hadits yang
mengisyaratkan nama Allah Subhanahu wa Ta’ala yang paling agung.[15]
Pendapat kedua, nama-Nya yang paling agung adalah “Al-Hayyu Al-Qayyum” (Yang Maha Hidup lagi Maha Berdiri sendiri dan menegakkan semua makhluk-Nya)
Pendapat ini dikuatkan oleh beberapa ulama, seperti Al-Qasim bin ‘Abdur Rahman Ad-Dimasyqi[16], murid sahabat Abu Umamahradhiallahu ‘anhu, Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah[17], dan Syekh Muhammad bin Shaleh Al-’Utsaimin[18].
Imam Ibnul Qayyim berkata, “Sesungguhnya, sifat (Allah Subhanahu wa Ta’ala) al-hayat (Mahahidup) mengandung dan meliputi semua sifat kesempurnaan, sedangkan sifat al-qayyumiyah (Maha
Berdiri sendiri dan menegakkan semua makhluk-Nya) mengandung semua
sifat perbuatan Allah. Oleh karena itu, nama Allah yang paling agung
–yang jika seseorang berdoa kepada-Nya dengan nama tersebut maka Allah
akan mengabulkan (doanya), dan jika dia meminta kepada-Nya dengan nama
tersebut maka Allah akan memenuhi (permintaannya)– adalah nama-Nya ‘Al-Hayyu Al-Qayyum‘.”[19]
Syekh Muhammad bin Shaleh Al-’Utsaimin berkata, “Kedua nama ini (Al-Hayyu Al-Qayyum)
adalah nama Allah yang paling agung, yang jika seseorang berdoa
kepada-Nya dengan nama tersebut maka Allah akan mengabulkan (doanya).
Oleh karena itu, ketika berdoa (kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala),
seorang hamba sepatutnya bertawasul (menjadikan perantara untuk
memudahkan dikabulkannya doa) dengan nama Allah ini, dengan mengatakan,
‘Wahai Al-Hayyu Al-Qayyum (wahai Yang MahaHidup lagi Maha Berdiri sendiri dan menegakkan semua makhluk-Nya).” [31][20]
Pendapat ketiga, nama-Nya yang paling agung adalah
nama-nama-Nya yang mengandung semua sifat-sifat kesempurnaan dan
kemuliaan-Nya. Jadi, bukanlah yang dimaksud satu nama Allah Subhanahu wa Ta’ala yang tertentu.
Pendapat ini yang dipilih dan dikuatkan oleh Syekh ‘Abdur Rahman
As-Sa’di. Beliau berkata, “Sesungguhnya nama Allah yang paling agung
adalah jenis (dari nama-nama Allah Subhanahu wa Ta’ala), dan bukanlah satu nama tertentu, karena sesungguhnya nama-nama Allah (yang maha indah) ada dua macam:
Yang pertama, nama-nama-Nya yang (hanya) mengandung satu atau dua sifat, atau sifat-sifat yang terbatas.
Yang kedua, nama-nama-Nya yang menunjukkan semua sifat-sifat
kesempurnaan milik Allah, dan mengandung sifat-sifat keagungan,
kemuliaan dan keindahan. Jenis kedua inilah yang merupakan nama-Nya yang paling agung, karena nama-nama ini menunujukkan berbagai makna yang paling agung dan paling luas.
Maka, nama ‘Allah’ adalah (termasuk) nama-Nya yang paling agung. Demikian pula, nama-Nya ‘Ash-Shamad’ (Yang Maha Sempurna dan bergantung kepada-Nya segala sesuatu). Demikian pula, ‘Al-Hayyu Al-Qayyum’, ‘Al-Hamid Al-Majid’ (Yang Maha Terpuji lagi Mulia), ‘Al-Kabir Al-’Azhim‘ (Yang Mahabesar dan Agung), dan ‘Al-Muhith” (Yang Maha Meliputi semua makhluk-Nya)’.” [32][21]
Di kitab lain, beliau berkata, “Nama Allah yang paling agung di
antara nama-nama-Nya adalah semua nama yang disebutkan tersendiri (dalam
Al-Quran dan hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam) atau digandengkan dengan nama-Nya yang lain, jika nama tersebut menunjukkan semua sifat dzatiyyah (berhubungan dengan zat-Nya dan terus-menurus ada) dan fi’liyyah (berhubungan dengan perbuatan-Nya yang terjadi sesuai dengan kehendak-Nya) milik Allah, atau menunjukkan makna semua sifat-Nya.
Seperti nama-Nya ‘Allah’, yang menghimpun semua makna al-uluhiyyah (hak
untuk disembah dan diibadahi) secara keseluruhan, yang merupakan semua
sifat kesempurnaan-Nya. Maka, dengan ini kita ketahui bahwa nama Allah
yang paling agung adalah jenis (dari nama-nama Allah Subhanahu wa Ta’ala), dan pendapat inilah yang ditunjukkan dalam dalil-dalil syariat (Al-Quran dan hadits-hadits Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam).” [33][22]
Kesimpulan dan penutup
Ketiga pendapat di atas masing-masing memiliki argumentasi yang kuat
dan dipilih oleh para ulama ahlus sunnah yang terpercaya. Meskipun
secara pribadi, penulis lebih cenderung memilih pendapat yang ketiga,
karena pendapat inilah yang menghimpun semua dalil dari hadits-hadits
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang nama Allah yang paling agung, wallahu a’lam. [34][23]
Bagi kita yang ingin berdoa kepada Allah dengan nama-Nya yang paling
agung, yang paling baik dan utama adalah dengan mengucapkan lafal doa
yang kami sebutkan dalam hadits pertama dan kedua di atas, karena
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallamsendiri yang
menyampaikan bahwa doa tersebut mengandung nama Allah yang paling agung,
yang jika seseorang berdoa kepada-Nya dengan nama tersebut maka Allah
akan mengabulkan (doanya) dan jika dia meminta kepada-Nya dengan nama
tersebut maka Allah akan memenuhi (permintaannya).
Akhirnya, kami akhiri tulisan ini dengan memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan
nama-nama-Nya yang maha indah dan sifat-sifat-Nya yang maha sempurna,
agar dia senantiasa menganugerahkan petunjuk dan taufik-Nya kepada kita
untuk memahami dengan benar sifat-sifat keagungan-Nya, yang dengan itu
kita akan mencapai keimanan dan ketakwaan yang sempurna kepada-Nya.
Sesungguhnya, Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengabulkan doa.
وصلى الله وسلم وبارك على نبينا محمد وآله وصحبه أجمعين، وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين
Kota Kendari, 24 Dzulqa’dah 1431 H
Penulis: Abdullah bin Taslim al-Buthoni
Artikel www.manisnyaiman.com, www.manisnyaislam2012.wordpress.com
Selasa, 05 Juni 2012
Langganan:
Postingan (Atom)